Minggu, 29 November 2015

Pelangi Kehidupan

Pelangi Kehidupan

Senja melangkah pelan diburu detik yang lamban, sayup suara azdan terdengar merdu dari aplikasi telepon genggam. Buih-buih sisa gerimis menetes, hinggap di jendela apartemen, jatuh perlahan. Jingga siap melukis mega, malam pun bersedia memahat kisah, ketika gelap benar-benar tiba, ada sepercik cahaya di ujung cakrawala, meski sedikit terhalang tinggi gedung yang menjulang. Tentang hari esok yang masih menjadi rahasia.

***

Kamu tak akan bisa merubah hidupmu dan keluargamu. Selamanya kalian akan seperti itu sampai maut meminangmu! Cemo'oh depkolektor sambil melemparkan telunjuk kirinya tepat di keningku seakan menjadi cambuk semangat. Ya, kami tak sanggup membayar semua tagihan atas hutang-hutang ayah.

Akibat rekan bisnis ayah yang juga masih ada hubungan darah keluarga, berhianat. Ayah bangkrut dan jatuh sakit, kemewahan yang kami miliki habis terjual. Hingga lauk sederhana seperti tahu-tempepun berganti dengan kecap manis.

"Lauk yang enak dan mengenyangkan, ya ini." Kata ibu kala itu seraya mengangkat kecap manis kemasan sachet. Dan merukapan bujuk rayu agar aku dan adekku yang masih duduk di kelas satu SMP--Sekolah Menengah Pertam-- mau menelannya.

Karena keadaan kian hari semakin memburuk, aku hampir tidak bisa menyelesaikan pendidikan SMA. Tidak tahu ini merupakan kabar baik ataukan kabar buruk, saat ibu mengatakan bahwa uang yang baru saja ia kasih untuk membayar uang sekolah itu adalah hasil dari penjualan rumah kami. Dan minggu depan kami pindah ke rumah Bulik Saroh, adek ibu. Lunglai, lemas, detak jantung bekerja semakin cepat.

****

Inilah awal perjalananku. Pertengahan tahun 2010, sebagaiama mestinya perjalanan tak selalu mulus seperti yang kita harapkan. Kerikil-kerikil kecil menyandung langkah bahkan aku sempat terjatuh diatas jalanan yang berlumpur.

Berada di negri orang, yang mempunyai culture berbeda diharuskan bisa beradaptasi, mengingat aku disini sebagai BMI--Buruh Migran Indonesia-- dituntut untuk cepat menyesuaikan diri. Bekerja seolah di buru waktu, kerinduan  menjadi kata yang tak lagi dapat dieja sebagaimana mestinya.
Menjadi BMI bukanlah suatu cita-cita yang tertulis di halaman diary-ku, bahkan semua itu tak pernah muncul di dalam mimpi. Namun kenyataan berbicara lain. Sekarang, aku disini, di negri beton yang terkenal sebagai negri sejuta mimpi. Jikalau aku tak pernah memimpikan ini, mungkin aku akan merangkainya dari sekarang, merangkai mimpi-mimpi yang sempat terkubur oleh kemiskinan.
Tentang bagaimana kisah ayah dihianati partner kerjanya, serasa sama seperti yang aku rasakan. Saudara, bukan hanya seorang teman melainkan mengalir darah dari  keturunan yang sama, akan tetapi tak mewakili rasa saling keperdulian.

Semenjak menginjakkan kaki di tanah Bahunia, minggu ini pada hari selasa minggu kedua bulan april, kali pertama aku mendapatkan jatah libur setelah enam bulan masa potong gaji. Untuk yang ketiga kalinya aku terngangah melihat gedung-gedung menjulang, pemandangan ini tak aku temukan di desa Balung Kidul--desa yang terletak di sebelah selatan kota Jember-Jawa Timur.-- pertama tepat saat aku mendarat di bandara internasional Hong Kong, Lai Chi Kok. Kedua sehari sesudahnya, ke imigrasi untuk membuat kartu identitas atau KTP. Dan ini yang ketiga.

Victoria Park, terletak di kawasan Causeway Bay. Namanya tak asing ditelinga, sebuah taman yang sering di dengungkan dalam kelas semasa di penampungan dulu, yang juga disebut Kampung Jawa. Tidak jauh dari Kennedy Road-Wanchai, rumah majikan yang aku tinggali.

Aku telusuri jalan setapak, berjalan lengang membiarkan tubuh lelah ini menikmati angin pagi, walau tak sesejuk di desa, setidaknya mampu mengusir penat selama berbulan-bulan mendengarkan perintah nyonyah yang kian hari serasa kian cerewet. Untung aku tak begitu menguasai pelajaran Era Lousi, guru bahasa kantonisku dulu, sehingga omelan-omelannya hanya sebuah angin lalu. Angin bercampur udara panas mengipas-ngipas rambut pendekku.

Hong Kong Central Library

Tulisan keemasan di sebuah gedung itu menghentikan langkah. Tepat di pintu masuk sebuah taman, aku buang pandangan ke kanan dan ke kiri terlihat fatamorgana di jalan beraspal yang seakan menemukan titik temu di ujung mata memandang. Aku menoleh kebelakang diikuti seluruh tubuhku, terlihat patung wanita, apa dia yang bernama Victoria? Batinku menerka-nerka.

Dorrr.....

Suara tak asing ditelinga sambil menepuk pundakku dengan kedua tangannya. Seketika itu aku pun membalikkan muka "Bu Dhe Siti..." teriakku histeris memancing semua mata untuk menoleh.

Telunjuk wanita berbadan mungil, sedikit gemuk dan berambut panjang itu menempet di bibirnya "banterĂ©"  suaranya pelan sambil tertawa kecil.

"Mudah to, nemuin Victoria Park? Selasa sepi Nduk,coba minggu rame banget disini, patung ini yang njaga taman, namanya Victoria...."

"Jadi namanya Victoria Park, taman Victoria! Gitu to bu dhe?" Aku menyela seakan tau kemana arah omongan bu dhe.

Pertemuanku dengan Bu Dhe Siti sedikit bisa menghilangkan bayang kerinduanku dengan keluarga, hari begitu cepat berlalu yang mengharuskanku pulang untuk menjalankan segala rutinitas kerja.
Lampu-lampu menerangi kota malam di negeri beton sangat indah, belum pernah aku jumpai di desa sebelumnya. mungkin ini juga awal aku mulai betah disini.

***

Hari ini hari pertama aku libur di hari minggu. Aku dan Bu Dhe Siti kembali janjian di Victoria Park karena hanya tempat itu yang aku tau, terlihat banyak orang indonesia dengan berbagi kesibukannya masing-masing, beralaskan beberan plastik putih temppat mereka duduk. ada yang mengaji hinga yang berlatih nari. Serasa ada di kampung halaman, di lapangan ada pasar malam.
Setelah teman Bu Dhe Siti datang kami bertiga menuju pantai Stanley, spereti acara yang sudah disepakait semalam sebelumnya. begitu tertipnya kami antri menunggu bis yang akan mengantar kami ke sana.

"Ren, ini Nea ponakanku yang aku ceritakan kemrin," Bu Dhe Siti memperkenalkanku pada Mbak Rena.

Mbak Rena pun menyalamiku seraya berkata "Ini, Yng kamu ceritakan kemarin, apa kabar?, sudah betah disini?"

"Belum begitu Mbak, masih kebayang wajah keluarga dirumah"

"Belum, suatu saat kamu akan malas untuk pulang" cetus Mbak Rena "Itu bisnya datang, ayo naik"

****

Hong Kong ternyata juga mempunyai keindahan alam yang begitu indah dan bersih, tak ada sedikitpun sampah yang berseraka, semua itu karena kedisiplinan masyarakatnya sehingga negeri kecil ini terlihat begitu rapi.

Setiba disana, sebelum ke pantai kami melewati pasar dimana didalamnya terdapat bermacam-macam barang dagangan mulai daari baju hingga manik-manik asesoris. Sesuatu yang tak bernilai teernyata disini bisa menjadi barang mahal dengan sentuhan sedikit tangan-tangan kreatif, seperti ukiran batok kelapa, jerami kering dan masih banyak lagi.

"Mau beli, Nduk?" tanya Bu Dhe mengagetkan lamunanku

"Enggak, belum ada uang?, aku hanya berfikir ini barang bekas dan tidak terpakai di Indonesia tapi disini bisa bernilai mahal."

Bersambung

Mbak Erna  www.ernawatililys.com mohon kritikannya, gerimakasih.

Jumat, 20 November 2015

Contoh Main Map dan Outline

Hai KMO lover… semoga selalu di rahmati dan diberi kesehatan oleh Tuhan, ya. Amin.

Setelah hampir seminggu aku memikirkan, hari ini aku putuskan akan nulis tentang ide apa yang ada dalam pikiranku untuk menyelesaikan tugas menulis dari kelas Komunitas Menulis Online.

Sebagai penulis pemula mungkin lebih baik aku akan menceritakan kisah hidupku yang nggak penting-penting amat sih buat kalian tetapi mungkin bisa diambil pelajarannya agar kita bisa lebih bijak lagi dalam menentukan sikap.

Langsung aja ya. Ini kisah seorang Hana, dia gadis cantik penyuka "jeruk" sebenarnya rasa sukanya itu bukan karena memang dia benar-benar suka namun mungkin karena keadaan yang menjadikan dia suka.

Enaknya dikasih judul apa ya? Pacarku Cantik, Gadis Penyuka Jeruk atau Manis Asam Rasa Jeruk. Mungkin tidak bisa menentukan judul sebelum baca ceritanya, makanya aku bikin main map-nya dulu, ya…



Nah, kurang lebih seperti itu main map-nya. Agar lebih jelas coba aku buatkan outline-nya ya.

"Hana adalah gadis berusia 23tahun, karena keterbatasan ekonomi dia terpaksa tidak melanjutkan ke bangku kuliah dan harus menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal, dia hidup bersama ibu dan ke-empat adiknya yang masih kecil.

Karena minimya pendidikan dan pergaulan yang sempit Hana sulit mendapat perkerjaan. Ketika melihat kesuksesan tetangganya yang bekerja di luar negeri, terbesit dalam pikirannya untuk mengadu nasip di perantauan.

Tidak semudah yang dia bayangkan, sebelum berangkat ke negara tujuan dia harus belajar beberapa hal di penampungan termasuk bahasa. Karena bahasa adalah salah satu hal penting untuk bisa bekerja di negeri orang.

Kesulitan-kesulitan dipenampungan terbayar sudah ketika melihat gedung-gedung pencakar langit negeri beton. Negeri sejuta mimpi bagi semua orang. Bukan hanya itu pertemuan dia pada Reno merubah segalanya, gemerlap lampu malam bak pancaran ribuan bintang dilangit yang cerah.

Pantulan cahaya rembulan pada laut luas bagai kilauan kristal, begitu indah di pandang oleh dua pasang mata manusia yang sedang dimabuk cinta. Cinta yang membutakan mata dan hati sampai mampu melukapan apa tujuan awal dia datang ke negeri ini.

Dengan pergaulan yang semakin luas dia bukan lagi gadis desa yang dulu kita kenal. Bermacam model dan sifat kawan dengan memberikan dokumennya untuk jaminan yang akhirnya menjadi lawan. Tak ada yang bisa dia lakukan kecuali pasrah dan ikhtiar, sehingga dia kembali ketujuan awal."

Nah, itu sekilas tentang perjalanan hidup, sampai disini dulu ya sampai ketemu ditulisan berikutnya, sambil mikir-mikir enaknya dikasih judul apa, Nih…

Jumat, 13 November 2015

Kenapa Aku Harus Menulis

Menulis itu Keren


Hai guys… ini tulisan pertamaku di blog lho, selain ini tugas kedua dari Kominitas Menulis Online, ini juga sebagai unek-unek yang tidak terpikir olehku sebelumnya, (unek-unek tapi tak pernah terpikir sebelumnya, aneh ya?) hihihi. Maksudnya tidak pernah terpikir untuk menuliskannya di blog karena ini perngalamanku pertama menulis blog monggo yang mau kasih kritik dan saran.

Pertanyaannya gini, pernah tidak saat kita sedang menulis buku tiba-tiba kita bertanya pada diri sendiri kenapa saya hurus menulis?

Pertanyaan itu biasanya sering muncul pada penulis pemula yang ingin berkiprah kedunia penulisan. Seperti yang aku alami saat ini, bagaikan palu penguat niat untuk kembali menyelesaikan tulisan yang sedang aku tulis. Dengan kesibukan yang super padat seringkali aku merasa kelelahan dan menunda untuk menulis.

Menulis itu bukan hanya merangkai kata untuk menjadi sebuah kalimat yang  mempunyai makna tetapi menulis juga merupakan salah satu terapi jiwa, mengobati galau atau bahkan teman saat merasa sepi.

Saat kita punya masalah, galau tapi kalau mau cerita pada teman takut mereka membocorkannya pada yang lain, maka menulis adalah salah satu cara yang ampuh untuk temen curhat atau pendengar setia setelah bersujud padaNya,

Bukan hanya itu yang terpenting bahwa menulislah yang bermanfaat karena setiap tulisan itu mempunyai pengaruh kepada pembaca.

Menulis juga merupakan salah satu prasasti yang menunjukkan bahwa kita pernah hidup di bumi. Bukan hanya para pahlawan lho yang mempunyai tugu prasasti, penulis juga punya namun berbeda bentuknya. Contoh saja Pramoedya Ananta Toer, beliau telah wafat namun namanya masih ada di estalase toko-toko buku, bahkan melekat pada benak pembaca karya-karyanya. Iya, kan?

Bagi sebagian orang yang belum menemukan sudut pandang nikmatnya menjadi penulis memang tidak gampang untuk konsisten menulis, karena menulis itu membosankan tidak punya teman kecuali monitor dan key board, padahal kalau kita tahu dengan menulis kita bisa menjadi siapa saja dan dimana saja sesuka hati kita.

Pernah dengar dengan membaca kita bisa berkeliling dunia? Maka dengan menulis kita bisa di kenal dunia.

Mau ke Paris tidak cukup dana untuk melihat menara Effel atau indahnya rumah Allah di Arab sana? Mudah! Bacalah buku-buku sebagai sumber informasi lalu renungkan, rasakan diri kita berada disana kemudian menulislah. Maka Si Pembaca akan menyangka kita Si Penulis pernah berkunjung ke rumah Allah atau melihat menara Effel. Padahal boro-boro ke Paris buat biaya kuliah aja masih nebeng Ortu. (bagi yang merasa sorry banget, yah)

Mau ke belahan dunia yang mana? Silahkan pilih sendiri dengan mengetukkan jemari ke key board.

Ngapain Nulis? Buang-buang waktu, mending kerja yang nyata biasa dapat uang. Eits! Siapa bilang menulis tidak bisa menghasilkan uang belum pernah baca kisahnya J.K Rowling penulis buku Harry Potter? Bunda Asma Nadia penulis tanah air yang beberapa bukunya best seller, dan beberapa penulis terkenal lainnya dari buku ke layar kaca, Waow!!! Omsetnya berapa ya kira-kira? Masih mau bilang, nulis buku tidak bisa menghasilkan uang? Baca dong!

Bicara masalah nominal mata uang memang menggiurkan, namun kembali lagi sebagai penulis pemula mampu menyelesaikan sebuah buku dan best seller itu sudah sangat luar biasa, nominal itu hanya sebuah bonus dan supplement penyuntik agar semakin semangat melamun. Ech! Menulis maksudnya.

Pingin tidak kayak mereka yang sudah mempunyai jam terbang tinggi di dunia penulisan, tentunya semua orang mau ,ya? Termasuk aku. Tetapi sebelum mereka menjadi terkenal seperti itu pasti mereka mengalami masa menjadi penulis pemula sepertiku, itu juga yang menjadi penyemangatku untuk terus menulis dan menulis karena dengan terus berlatih menulis plot, EyD dan diksi akan semakin terasah.

Apa masih takut tidak punya teman ketika menulis? Itu hanya sebuah alasan. Karena kenyataannya seoarang penulis itu supel, mampu bergaul sama siapa saja dan dimana saja seperti yang sudah dia alami di dunia khayalannya.

Itu contohnya Mas Tendy Murti, penulis buku "Bukan Sekedar Menulis, Pastikan Best Seller". Beliau juga  menjadi motivator muda di dunia penulisan, jangan tanya jumlah temannya, yang pasti beliau tidak kekurangan teman.

Itulah alasanku kenapa aku harus menulis? Mungkin agak terlalu muluk ya, seperti pepatah presiden pertama kita, Ir Soekarno "Bermimpilah setinggi langit, jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang"

Menulis, menulis dan terus menulis! Seperti lomba lari, fokus pada garis finish dan kembali ke niat awal saat berada pada garis start. Mulailah menulis dari sekarang jangan pernah menunggu karena waktu tidak akan menunggu kita untuk menulis!

Sampai sini dulu ya, terimakasih sudah mampir ke blog penulis pemula dan sampai jumpa di tulisan berikutnya… semoga lebih baik dari yang kalian baca saat ini. Aminn!